Perpecahan Umat Saling Memfonis Sesat

Ungkapan bahwa umat Rasulullah SAW akan terbagi menjadi 73 kelompok berasal dari sebuah hadits. Hadits itu memang benar adanya dan shahih. Di antaranya adalah hadits berikut ini:

Dari Muawiyah bin Abi Sufyan bahwa Rasulullah SAW bersabda,?Umat sebelummu dari ahli kitab terpecah menjadi 72 millah . Dan agama ini terpecah menjadi 73. 72 di antaranya di neraka dan satu di surga. Yaitu Al-Jamaah.

Dalam kitab syarah Sunan Abi Daud yaitu kitab ‘Aunul Ma`bud disebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-jamaah adalah ahli Al-Quran Al-Kariem, ahli hadits, ahli fiqih dan ahli ilmu yang bergabung untuk mengikuti Rasulullah SAW dalam segala halnya. Mereka tidak membuat-buat bid’ah yang merusak, merubah atau membawa pendapat yang rusak.

Juga ada banyak lagi hadits lainnya yang senada seperti hadits berikut ini:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Yahudi terpecah menjadi 71 firqah, nasrani terpecah seperti itu juga. Sedangkgan umatku terpecah menjadi 73 firqah. .

Namun Rasulullah SAW tidak pernah menyebutkan identitas dan nama-nama ke-72 golongan yang beliau sebutkan itu. Beliau hanya menyebutkan kriteria atau sifat-sifat satu golongan yang selamat yaitu mereka yang berpegang teguh pada sunnahnya dan sunnah para pengikutnya.

Tidak ada satu pun gerakan yang berhak mengklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya yang paling benar dan bahwa selain dirinya adalah salah lantas harus masuk ke neraka. Sabda Rasulullah SAW itu tidak dalam kapasitas membicarakan kelompok mana dari umat Islam yang masuk surga dan mana yang masuk neraka. Sabda Rasululllah SAW juga bukan diniatkan untuk dijadikan senjata untuk saling menuduh sesat sesama pemeluk Islam. Sebab pekerjaan seperti itu sesungguhnya mencerminkan tingkat kedangkalan berpikir serta kekurang-mengertian dari pelakunya atas agama ini.

Memang ada segolongan dari umat Islam yang melenceng secara aqidah hingga melanggar batas keIslaman. Namun kalau pun indikasi itu bisa dibuktikan, haruslah melalui sebuah pengadilan resmi dan formal, di mana vonis sesat itu tidak dijatuhkan kecuali kepada tersangka harus diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk perkaranya.

Maka tindakan menuduh suatu jamaah atau kelompok sebagai jamaah yang sesat bahkan sampai dituduhkan masuk neraka, bukanlah sikap yang tepat. Sebab vonis sesat itu bukan hak orang per orang, melainkan otoritas sebuah lembaga formal semacam mahkamah syar’iyah.

Kalau setiap orang berhak untuk menuduh temannya sebagai kelompok sesat, ahli bid’ah atau calon penghuni neraka, maka apa jadinya dengan wajah dunia Islam. Pastilah suasananya akan sangat gaduh dan ramai. Sebab siapa pun tidak akan mau dituduh sebagai jamaah sesat. Pastilah mereka akan membalas dan mencari cara untuk menuduh balik.

Kelompok mana saja dari umat ini haram untuk menuduh sesat, apalagi sampai menjelekkan saudaranya sendiri, atau menghina para ulama dengan tuduhan-tuduhan yang mengada-ada. Bahkan meski seorang tokoh agama sekalipun, bukan pada tempatnya untuk saling menjatuhkan ulama lainnya. Sebab sangat boleh jadi terdapat kesalahan dalam memahami atau menginterpretasikan apa yang dibacanya dari buku karya orang lain yang dianggapnya sesat itu.

Seharusnya setiap orang ketika membaca hal-hal yang tidak disepakatinya dari karya seseorang, tidak langsung menjatuhkan tuduhan sesat atau ahli maksiat. Paling tidak dia harus melakukan pengecekan kepada penulisnya dan berhusnuzhzhon kepadanya.

Tidak ada kehinaan dari berhuznudzdzoh kepada orang yang jelas-jelas muslim. Dan tidak ada kesalahan dari melakukan pengecekan dan komentar langsung kepada penulisnya. Sebelum bertindak terlalu jauh dengan cara mengutuk, menghina bahkan menuduhnya sesat. Atau sampai mengeluarkan dalil dengan hadits 73 golongan yang sangat dahsyat itu.

Kelompok manapun dari umat Islam tidak boleh menerapkan hadits itu dengan mengambil kesimpulan bahwa hanya kelompoknya saja yang masuk surga. Sementara seluruh umat Islam yang tidak ikut selera kelompoknya, dianggap sesat dan masuk neraka. Sungguh sebuah sikap yang tidak pada tempatnya.

Sesungguhnya hadits itu lebih tepat diterapkan kepada kalangan sekuleris, orientalis atau liberalis. Di mana secara terang-terangan mereka murtad atau meragukan kebenaran agama Islam. Bahkan mengatakan bahwa agama yang benar bukan hanya Islam saja, tetapi agama lainnya pun benar juga. Sebab kebenaran itu menurut mereka sangat relatif.

Seharusnya hadits ini diarahkan kepada kelompok pengingkar kebenaran Islam, yang selalu memasukkan keraguan dan anti aqidah yang benar. Bukan kepada sesama umat Islam yang sudah baik-baik menjalankan agamanya. Jelas ini adalah sikap salah tembak yang dilakukan orang yang kurang paham agama.

Bagaimana mungkin kita tega menuduh semua jamaah, ormas, pengajian, kelompok dan elemen umatyang jumlahnya ribuan di tengah umat Islam ini sebagai calon-calon penghuni neraka? Padahal mereka tidak melakukan kesalahan apapun kepada kita, kecuali mereka memang tidak ikut bergabung mengaji kepada ustadz-ustadz kita. Apakah karena mereka tidak ikut meneriakkan slogan-slogan buatan kelompok kita, lantas kita vonis sebagai ahli neraka?

Padahal perbedaan yang terjadi antara satu jamaah dengan jamaah lainnya cenderung pada perbedaan furu’iyah , bukan pada masalah yang menjadi esensinya. Dan perbedaan seperti ini sudah ada semenjak masa salaf dahulu. Ke-empat Imam mazhab yang besar itu pun tidak pernah luput dari perbedaan. Namun demikian, mereka tidak pernah saling hujat, saling menuduh sesat atau bermusuhan. Tidak ada caci maki, sumpah serapah, apalagi sampai menuding saudaranya ahli bid’ah.

Kalau di masa sekarang ini ada satu dua elemen umat Islam melakukan perbuatan tidak senonoh itu dengan membawa-bawa hadits Nabi yang mulia, ketahuilah bahwa perbuatan itu justru bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan para salaf yang shalih. Mereka tidak pernah mencaci maki orang lain hanya lantaran perbedaan di bidang furu’iyah, sebagaimana yang seringkali kita saksikan di hari ini. Apalagi sampai mencaci maki para ulama, yang jelas-jelas membela agama serta berjuang hingga syahid untuk menegakkan syariat.

Adapun yang jelas-jelas memusuhi agama Islam serta menindas para ulama, justru didiamkan saja tanpa sepotong komentar pun. Pantas bila kelompok seperti ini seringkali dicurigai oleh segelintir orang sebagai gerakan penyusupan musuh-musuh lewat ‘orang dalam’. Sebab sikap mereka yang merasa diri paling benar dan menyalahkan semua umat Islam dengan kata-kata yang pongah, baru terasa akhir-akhir ini saja. Namun tudingan dan cacian yang mereka keluarkan terasa sangat kental dan tendensius bahkan sangat terarah kepada kelompok-kelompok yang justru jelas-jelas memperjuangkan Islam.

Apalagi semua itu kemudian mereka publish di berbagai media seperti buku, majalah bahkan situs internet. Tidak ada satu pun elemen umat yang tidak mereka caci maki. Semua orang dikatakan sebagai ahli bid’ah yang harus diperangi, bahkan mereka sampai mengharamkan diri dari bertegur sapa, tidak menjawab salam, bahkan tidak mau duduk bersama dengan sesama muslim. Yang lebih dahsyat lagi, orang yang mereka tuduh sebagai ahli bid’ah itu disamakan kedudukannya dengan yahudi. Bahkan mereka sudah sampai kepada kesimpulan akhir bahwasiapapun yang tidak bergabung dengan mereka, pasti akan terkena ancaman sebagai calon penghuni neraka. Na’uzu billahi min zalik

Apakah keberadaan mereka itu ‘pesanan’ dari kekuatan musuh ataukah semata-mata sebuah keluguan? Tentu sebuah misteri yang memerlukan bukti.

Namun lepas dari semua itu, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Agar kita dapat menjalankan agama ini dengan baik sebagaimana dahulu Rasulullah SAW mengajarkannya kepada kita.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,



sumber : http://assunnah.or.id