Tata Cara Shalat Rasulullah SAW 5

MENGHAPUS QIRO'AT MA'MUM DALAM SHOLAT JAHRIYYAH (SHOLAT DENGAN BERSUARA)
Pernah Rosulullooh s.a.w. membolehkan kepada orang-orang yang ma'mum untuk membaca qiro'at di belakang Imam di dalam sholat jahriyyah, hingga suatu ketika Dalam sholat fajar (subuh) beliau s.a.w. membaca qiro'a, lalu terasa berat (sulit) baginya untuk membacanya. Sesudah selesai sholat, Rosulullooh s.a.w. bersabda: Jangan, jangan kalian membaca qiro'at di belakang imam kamu. Kami berkata, benar, dengan cepat-cepat, wahai Rosulullooh. Beliau s.a.w. bersabda, Jangan kalian kerjakan, kecuali - apabila salah seorang di antara kamu membaca Fatihatal-kitab. Karena sesungguhnya tidak sah sholat orang yang tidak membacanya. (Abu Dawud dan Ahmad, serta di hasankan oleh Turmudzi dan Daroquthni).
Kemudian beliau s.a.w. melarang ma'mum untuk membaca qiro'at seluruhnya di dalam sholat Jahriyyah. Hal ini ketika: Rosulullooh s.a.w. selesai dari suatu sholat yang di dalamnya beliau mengeraskan qiro'at [di dalam lain riwayat di katakan dalam sholat subuh]. Kemudian (sesudah selesai sholat) beliau s.a.w. bersabda: Apakah ada di antara kamu yang membaca qiro'at bersama tadi?! Seorang laki-laki berkata, Benar aku wahai Rosulullooh. Beliau
bersabda, "SESUNGGUHNYA AKU MENYATAKAN BAHWA AKU TIDAK MENYELANG-NYELANGI (maalii unaa-zi'u*)) di dalam qiro'at. Abu Huroiroh r.a. berkata, MAKA BERHENTILAH MANUSIA dari membaca
qiro'at bersama Rosulullooh s.a.w. di dalam sholat yang Rosulullooh s.a.w. mengeraskan bacaannya, yakni setelah mereka mendengar ucapan itu dari Rosulullooh s.a.w. dan mereka membaca qiro'at di dalam hatinya tanpa suara, yakni di dalam sholat yang imam tidak mengeraskan suaranya di dalam sholat itu. (Malik dan Al-Hamidi; Bukhori; Abu Dawud dan Al-Mahamili, dihasankan oleh Turmudzi dan disahihkan oleh Abu Hatim, Ar-Rozi, Ibnu Hibban dan Ibnul-Qoyyim).
Hadiest ini mempunyai penjelasan dari hadiest Umar, dan pada akhirnya adalah :
Mengapa aku menyelang-nyelangi Al-Qur'an?! Adapun cukup bagi salah seorang di antara kamu qiro'ah imamnya, karena imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, apabila ia membaca maka dengarkanlah. (Al-Baihaqi lihat Al-Jami'u-'l-Kabir 3/334/2).
Dan Rosulullooh s.a.w. menjadikan diam untuk mendengarkan bacaan imam sebagai bagian dari sempurnanya ma'mum kepada imam. Beliau bersabda: Sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, oleh karena itu, apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan apabila ia membaca qiro'at, maka dengarkanlah. (Ibnu Abi Sya-ibah; Abu Dawud, Muslim, Abu 'Uwanah
dan Ar-Rubani).
Dihadiest yang lain, ditegaskan oleh beliau s.a.w.: Barangsiapa yang mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya. (Abi Sya-ibah; Daruquthni, Ibnu Majah, Ath-Thohawi dan Ahmad, Hadiest ini banyak jalannya. Dikuatkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah.
Sebagian jalannya disahihkan oleh Al-Bushiri).
Adapun di dalam sholat sirriyyah (sholat dengan tidak bersuara terang), maka sesungguhnya beliau s.a.w. telah menetapkan untuk membaca qiro'at di dalamnya. Hanya beliau s.a.w. melarang untuk mengganggunya dengan qiro'at itu. Jadi maksudnya, walaupun di syari'atkan ma'mum membaca di dalam sholat sirriyyah, bukanlah berarti bahwa ma'mum boleh mengeraskan suara bacaannya sehingga mengganggu imam. Beliau s.a.w. sholat dzuhur bersama para sahabatnya. Beliau s.a.w. bersabda, siapa di antara kamu yang membaca "Sabbihisma Robbikal-a'la?" Seorang lelaki berkata: Aku - dan aku hanya menginginkan kebaikan dengan bacaan itu. Maka beliau s.a.w. bersabda, Aku telah mengetahui bahwa seorang laki-laki telah membimbangkan pikiranku dengan bacaan itu. (Muslim, Abu 'Uwanah dan As-Siraj).
Dan dalam hadiest lain dikatakan:
Mereka pernah membaca qiro'at di belakang Nabi s.a.w., lalu mereka mengeraskan qiro'at itu, maka Nabi s.a.w. bersabda : Kamu telah mencampurkan Al-Qur'an kepada qiro'atku.
(Bukhori, Ahmad dan As-Siroj dengan sanadya yang hasan).
Rosulullooh Muhammad s.a.w. bersabda: Sesungguhnya orang yang sedang sholat itu sedang berbisik-bisik dengan Robbnya. Oleh karena itu, hendaklah ia memperhatikan apa yang dibisikkannya itu kepadaNya, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaan Al-Qur'an
atas sebagian lainnya. (Malik dan Bukhori).
Imam Syafi'i, Muhammad (seorang murid Abu Hanifah), Imam Al-Zuhri, Malik, Ibnu Al-Mubarok dan Ahmad bin Hanbal, telah berpendapat bahwa qiro'at dalam sholat yang sirriyyah disyari'atkan (tentunya dengan batasan hadiest di atas yaitu tidak saling mengganggu).
Beliau s.a.w. berabda: Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia telah
mendapatkan satu kebaikan dengannya. Dan kebaikan itu di balas dengansepuluh yang semisalnya. Aku tifdak mengatakan bahwa Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi aku mengatakan bahwa Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf. (Turmidzi dan Ibnu Majah -sahih).
UCAPAN AMIN DAN IMAM MENGERASKANNYA
Nabi s.a.w. apabila selesai membaca Al-Fatihah, maka beliau mengucapkan AMIN. Beliau s.a.w. mengeraskannya dan memanjangkannya dengan suaranya.(Bukhori dan Abu Dawud).
Dan beliau s.a.w., memerintahkan kepada orang-orang yang ma'mum untuk mengucapkan AMIN. beliau s.a.w. bersabda: Apabila Imam mengucapkan Ghoiril-maghdhuubi'alaihim waladh-dhooolliiin (bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat), MAKA UCAPKANLAH AMIN. Karena sesungguhnya para malaikat mengucapkan AMIN dan imam mengucapkan AMIN. [dan dalam lafzh lain dikatakan "Apabila imam mengucapkan AMIN maka ucapkanlah AMIN"]. Dan barangsiapa yang aminnya itu sesuai dengan amin para malaikat [dalam lafazh lain dikatakan "Apabila salah seorang di antara kamu mengucapkan AMIN dalam sholat dan para
malaikat di langit mengucapkan AMIN, lalu ucapan yang satu sesuai dengan ucapan yang lainnya"], maka diampuni dosa-dosanya yang lalu. (Syaikhoni dan Nasa'i). Dan beliau s.a.w. bersabda: Ucapkanlah AMIN, niscaya Allah mencintai kamu. (Muslim dan Abu 'Uwanah).
BACAAN SETELAH AL-FATIHAH
Setelah selesai membaca Al-Fatihah, Rosulullooh membaca surat lainnya. Kadangkala beliau memanjangkan bacaan surat itu, dan kadangkala beliau s.a.w. memendekkan, karena berbagai alasan seperti perjalanan, batuk, sakit atau mendengar tangis bayi. Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa: Suatu hari, di dalam sholat fajar, Nabi s.a.w. telah meringankan
(memendekkan) qiro'at [dalam hadiest lain dikatakan, "Beliau s.a.w. melaksanakan sholat subuh, lalu membaca dua surat yang paling pendek di dalam Al-Qur'an"). kemudian selesai sholat beliau s.a.w. ditanya,"Wahai Rosulullooh, mengapa anda meringankan (memendekkan) (sholat)?]. Beliau s.a.w. bersabda, Aku mendengan tangis seorang bayi, dan aku mengira bahwa ibunya ikut sholat bersama kita, maka aku ingin memberikan kesempatan kepada ibunya
untuknya. (Ahmad-sahih).
Rosulullooh s.a.w. bersabda: sungguh aku akan memasuki sholat dan aku ingin memanjangkannya, namun aku mendengar tangis bayi, maka aku meringankan sholatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)nya itu. (Bukhori dan Muslim).
Dari keterangan ini jelas bahwa ANAK-ANAK BAYI boleh di masukkan ke masjid-masjid. Sedangkan ucapan yang seperti ini "Jauhkanlah masjid-masjid dari bayi-bayi kamu......" yang dikatakan sebagai hadiest adalah dho'if tidak bisa dijadikan hujjah.
Kebiasaan beliau s.a.w. yang paling sering adalah membaca muali awal surat dan menyempurnakannya. Kadangkala, beliau s.a.w. membagi surat itu kedalam dua rak'at (Ahmad
dan Abu Ya'la) dan kadangkala mengulangi kembali seluruhnya di dalam rak'at kedua, dan kadangkala beliau menyatukan antara dua surat atau lebih di dalam satu rak'at.
Dan pernah seorang laki-laki di antara kaum anshor mengimami mereka di masjid quba'. setiap kali ia membuka surat yang dibacanya untuk mereka di dalam sholat, di antara surat-surat yang dibacanya (setelah al-fatihah), maka ia membukanya dengan Qul huwalloohu ahad hingga selesai, kemudian membaca surat surat lain bersamanya. Demikianlah ia melakukan hal iatu dalam setiap rak'at. Kemudian, para sahabatnya berkata kepadanya "Sesungguhnya engkau membuka dengan surat ini, lalu engkau menganggap bahwa ia tidak mencukupimu, sehingga engkau membaca surat yang lain. Maka, (pilihlah) apakah engkau membacanya atau engkau meninggalkannya dan membaca yang lain". Laki-laki itu berkata, "Aku tidak akan meninggalkan. Jika kamu sekalian menyukai aku untuk mengimami kamu dengan itu, maka aku lakukan, tapi jika kamu benci, niscaya aku meninggalkan kamu".
Mereka telah menganggapnya sebagai orang paling utama di antara mereka, dan mereka tidak tidak menyukai apabila orang lain selain dia mengimami mereka. Kemudian tatkala Nabi s.a.w. datang kepada mereka, mereka mengabarkan kabar itu kepada beliau s.a.w.. Beliau s.a.w. bersabda, "Hai fulan, apa yang melarangmu untuk tidak melaksanakan apa yang diperintahkan
oleh sahabat-sahabatmu? Dan apa yang membawamu untuk membiasakan membaca surat ini di dalam setiap rak'at? Laki-laki itu berkata, Sesungguhnya aku menyukainya. Beliau s.a.w. bersabda, Kesukaanmu kepadanya (Al-Ikhlas), akan memasukkan engkau kedalam surga. (Bukhori
secara mu'allaq, Turmudzi secara maushul, dan disahihkan oleh Turmudzi).
Beliau s.a.w. menghubungkan An-Nazho'ir (berdekatan dalam arti spt. ajaran dan kisah-kisah) dan Al-Mufash-shol (mulai dari Qof - An-Naas), maka beliau s.a.w. membaca Ar-Rohma n S.55(78) dan S.53 (62) dalam satu rak'at, S.54 (55) an S.69(52) dalam satu rak'at, S.52 (49) dan S.51 (60) dalam satu rak'at, S.56 (96) dan S.68 (52) dalam satu rak'at, S.70 (44) dan S.79 (46) dalam satu rak'at, S.83 (36) dan S.80 (42) dalam satu rak'at, S.74 (56) dan S.73 (20) dalam satu rak'at, S.76 (31) dan S.75 (40) dalam satu rak'at, S.78 (40) dan S.77 (50) dalam satu rak'at, S.44 (59) dan S.81 (29) dalam satu rak'at. (Bukhori dan Muslim).
Pada prinsipnya Rosulullooh s.a.w. ada membaca surat yang panjang dan ada kalanya juga membaca surat yang pendek. Contoh beliau s.a.w. membaca surat yang pendek misalnya, Dan sesekali beliau s.a.w. (di dalam sholat fajar/shubuh) membaca surat pendek seperti S.99 (8) di dalam dua rak'at seluruhnya. Sehingga rawi (yang meriwayatkan) berkata: Aku tidak tahu apakah Rosulullooh s.a.w. lupa ataumembacanya dengan sengaja. (Abu Dawud dan Baihaqi --->sahih).
Dikatakan oleh Al-Albani bahwa yang jelas Rosulullooh s.a.w. sengaja melakukan hal itu untuk pensyari'atan. Dan sesekali di dalam perjalanan beliau membaca S.114 (5) dan S.114(6). (Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah; Ibnu Basyron; Ibnu Abi Syaibah; disahihkan oleh Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi). Atau hadiest : Dan beliau s.a.w. bersabda kepada 'Uqbah bin Amir r.a., Baca di dalam sholatmu dua surat yang memakai A'udzu (S.113 dan S.114). (Abu Dawud dan Ahmad --->sahih).
Secara umum beliau s.a.w. bersabda bahwa: Seutama-utama sholat adalah lamanya berdiri. (Muslim dan Ath-Thohawi). Dan beliau s.a.w. memperpanjang di dalam rak'at pertama dan memperpendek di dalam rak'at kedua. (Bukhori dan Muslim).
Kadangkala dalam sholat malam beliau s.a.w. menyatukan surat-surat dari As-Sab'uth-thiwal (tujuh surat yang panjang), seperti S.2, S.4 dan S.3 dalam satu rak'at.
Dan bilamana beliau s.a.w. membaca Alaisa dzaalika biqoodirin 'alaa ay-yuh-yiyal-mautaa (bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa pula menghidupkan orang mati? maka beliau s.a.w. membaca: Sub-haanaka fabalaa (Maha Suci Engkau , ya memang benar). Dan bila
beliau membaca Sabbihisma robbikal-a'laa (Sucikanlah nama Robbmu yang paling tinggi) maka beliau s.a.w. mengucapkan Subhaana robbiyal-a'laa (Maha suci Robbku yang Maha Tinggi). (Abu Dawud dan Baihaqi --->sahih).
Rosulullooh s.a.w. membaca jahriyyah (bersuara) di dalam sholat SHUBUH, dan di dalam dua rak'at pertama dari sholat MAGHRIB dan 'ISYA. Dan beliau s.a.w. membaca dengan sirriyah (tidak bersuara) di dalam sholat ZHUHUR dan ASHOR dan di dalam rak'at KETIGA dari sholat Maghrib dan DUA RAK'AT terakhir dari sholat 'isya. Dan beliau mengeraskan suara Qiara'atnya pula pada shalat Jum'ah dan dua shalat 'Ied dan shalat istisqa (Bukhari dan Abu Dawud), dan shalat Kusuf (shalat gerhana) (Buhari dan Muslim).
Rosulullooh s.a.w. menjadikan dua rak'at terakhir (rak'at ketiga dan ke empat) lebih pendek dari dua rak'at pertama sekitar setengahnya, yaitu lima belas ayat. (Ahmad dan Muslim). Dan barangkali, di dalamnya, beliau s.a.w.mempersingkat (hanya dengan) bacaan Al-Fatihah. (Bukhori dan Muslim). Dan beliau s.a.w. pernah hanya membaca Al-Fatihah saja dalam dua rak'at terakhir (ashar). (Bukhori dan Muslim).
Dengan dasar kedua hadiest ini maka tambahan membaca ayat-ayat setelah Al-Fatihah di dalam dua rak'at terakhir adalah sunnat. Dari hadiest-hadiest tentang panjang-pendeknya dan macam-macamnya surat yang dibaca oleh Rosulullooh s.a.w. di dalam sholat wajib (Shubuh, dzuhur, ashar, maghrib dan 'isya), tidak bisa menyimpulkan yang mana yang panjang dan yang mana yang pendek. Karena pada semuanya ada yang panjang ada yang pendek. Kadang panjang pendeknya berdasarkan situasi dan kondisi tertentu dan kadangkala tidak berdasarkan sesuatu keadaan yang tertentu. Jadi kalau sholat berjama'ah dan menjadi imam maka perhatikanlah keadaan
ma'mumnya, sesuaikan panjang bacaan dengan kemampuan ma'mumnya, sedangkan kalau sholat sendirian silahkan saja.